Sabtu, 22 Juni 2013

Hari Jadi Kabupaten Bandung Perlu Dikajiulang



                                    HARI JADI KABUPATEN BANDUNG
                                               PERLU DIKAJI ULANG
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Oleh: A. Sobana Hardjasaputra, S.S., M.A.



          Seperti diberitakan dalam koran ini (PR, 20 Februari 2007), Mahanagari dan Distributor Buku Lawang bekerjasama dengan Universitas Padjadjaran (Unpad), menyelenggarakan takshow dengan tema "Awal Mula Bandung dan Kontroversi Dipati Ukur". Acara itu dilaksanakan tanggal 19 Februari yang lalu bertempat di kampus Unpad Jalan Dipati Ukur.
          Dalam acara tersebut, saya sebagai salah seorang pembicara utama menjelaskan hubungan Dipati Ukur dengan berdirinya Kabupaten Bandung, bahwa Kabupaten Bandung – juga Kabupaten Sukapura dan Parakanmuncang – dibentuk oleh Sultan Agung raja Mataram (1613-1645), sebagai akibat terjadinya pemberontakan Dipati Ukur terhadap Mataram. Perlu dikemukakan, beberapa sumber menyatakan bahwa pihak yang lebih agresif menyerang justru pihak Mataram, bukan pihak Dipati Ukur.
          Pembentukan ketiga kabupaten tersebut dinyatakan dalam Piagem bertanggal 9 Muharam taun Alip (bukan tanggal pemberontakan Dipati Ukur, seperti dinyatakan dalam PR, 20 Februari 2007). Pembentukan Kabupaten Sukapura dinyatakan pula dalam Piagem bertanggal 9 Muharam taun Jimakhir. Berarti tanggal 9 Muharam taun Alip adalah fakta hari jadi Kabupaten Bandung, karena piagem itu ditulis pada zamannya, sehingga merupakan sumber akurat.
Penafsiran terhadap tanggal 9 Muharam taun Alip terdapat dua versi, yaitu 20 April 1641 dan 16 Juli 1633. Di antara peserta takshow ada yang bertanya, tanggal penafsiran mana yang benar?
          Kedua tanggal tafsiran itu boleh jadi benar, karena penanggalan Jawa-Islam memiliki siklus waktu yang disebut windu/sawindu (siklus delapan tahunan), dengan urutan nama tahun : Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wau, dan Jimakhir. Menurut Volks Almanak Soenda (1922), perhitungan tahun Jawa disatukan dengan perhitungan tahun Islam yang memiliki siklus windu, terjadi mulai tahun 1633.
Berdasarkan keterangan tersebut, berarti tahun 1633 adalah tahun Alip pertama dan tahun 1641 adalah tahun Alip kedua. Permasalahannya adalah, tanggal tafsiran mana yang lebih tepat atau memadai sebagai hari jadi Kabupaten Bandung. Tanggal 20 April 1641 atau tanggal 16 Juli 1633?
Dalam menetapkan tanggal hari jadi kabupaten seperti kasus Kabupaten Bandung, pemilihan tanggal penafsiran itu harus relevan dengan konteks permasalahannya, karena sejarah adalah suatu proses yang menyangkut masalah kausalitas atau keterkaitan antara satu peristiwa dengan peristiwa lain. Dalam hal ini perlu dipahami benar, apa faktor utama yang menyebabkan atau mendorong dibentuknya Kabupaten Bandung.
Sultan Agung memecah wilayah Priangan – di luar Sumedang dan Galuh – menjadi tiga kabupaten (Bandung, Sukapura, dan Parakanmuncang) dengan tujuan agar di wilayah itu tidak terjadi lagi pemberontakan atau gerakan seperti yang dilakukan oleh Dipati Ukur. Pertimbangannya – yang utama – adalah, pertama, karena pengaruh Dipati Ukur terhadap pengikutnya yang berjumlah banyak, sangat kuat. Waktu itu wilayah kekuasaan Dipati Ukur bukan hanya Priangan, tetapi mencakup pula daerah Ciasem, Pamanukan dan lain-lain. Kedua, pihak Mataram sulit mengontrol wilayah Priangan. Hal itu disebabkan jarak yang jauh antara Priangan dengan pusat Mataram, sedangkan waktu itu belum ada prasarana dan sarana transportasi yang memadai. Itulah sebabnya, pemberontakan Dipati Ukur berlangsung dalam waktu cukup lama (1628 – 1631/1632).
Bila permasalahan tersebut dihubungkan dengan tanggal 20 April 1641 yang dianggap sebagai hari jadi Kabupaten Bandung, baik dari segi metodologis maupun secara rasional, pemilihan tanggal tersebut tidak logis. Pemilihan tanggal 20 April 1641 mengandung arti Kabupaten Bandung baru dibentuk lebih-kurang 9 tahun setelah pemberontakan Dipati Ukur berakhir. Dengan kata lain, pemilihan tanggal tersebut terlalu jauh dari momentum jatuhnya kekuasaan Dipati Ukur, yaitu akhir 1631/awal 1632.
Sebaliknya, tanggal 16 Juli 1633 sangat logis bila dipilih sebagai hari jadi Kabupaten Bandung. Sangat masuk akal bila Sultan Agung memecah wilayah Priangan dengan tujuan tersebut di atas, beberapa bulan (kurang dari satu tahun) setelah berakhirnya pemberontakan Dipati Ukur.
Oleh karena itu, sungguh bijaksana apabila pemerintah dan DPRD Kabupaten Bandung mengubah tanggal hari jadi kabupaten, demi kebenaran sejarah. Kiranya perubahan tanggal hari jadi itu masih sejalan dengan pernyataan Bupati Bandung H. Obar Sobarna, S.Ip. lebih-kurang tiga tahun yang lalu, bahwa di Kabupaten Bandung sedang dilakukan pembenahan dalam berbagai aspek atau bidang. Pembenahan itu dilakukan berdasarkan visi dan misi yang telah ditentukan (PR, 22 April 2003). Secara implisit misi itu mencakup aspek fisik dan non-fisik yang perlu dibenahi. Dalam hal ini, masalah tanggal hari jadi kabupaten termasuk aspek non-fisik. Bila pilihan tanggal itu ternyata salah, wajib dibetulkan.
          Mudah-mudahan Kabupaten Bandung menjadi pelopor di antara sejumlah kabupaten yang tanggal hari jadinya ternyata juga salah. Seperti pernah dikemukakan dalam koran ini beberapa waktu yang lalu, kabupaten-kabupaten di Jawa Barat, selain Bandung, yang tanggal hari jadinya salah antara lain Bogor, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, dan Indramayu.
Meskipun penetapan tanggal hari jadi kabupaten-kabupaten tersebut telah dikukuhkan dalam Perda (Peratutan Daerah), tidak berarti – maaf, bukan menggurui – ketetapan itu tidak dapat diubah. Merevisi atau menulis ulang masalah sejarah bukan hal yang tabu, melainkan keharusan. Selain demi kebenaran sejarah, pembetulan tanggal hari jadi juga penting, agar tidak mewariskan sejarah yang salah kepada generasi penerus.
          Dirgahayu lima windu Pikiran Rakyat! Semoga makin jaya.


Bandung, 4 Maret 2007
Penulis:   Sejarawan senior Fakultas Sastra
Unpad dan FKIP Unigal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar