HARI JADI
KABUPATEN CIAMIS DAN TASIKMALAYA
PERLU DIKAJI ULANG
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
A. Sobana Hardjasaputra, S.S., M.A.
Menurut sumber-sumber sejarah yang dapat
dipertanggungjawabkan keakuratan informasinya, Kabupaten Ciamis (semula
Kabupaten Galuh) dan Kabupaten Tasikmalaya (semula Kabupaten Sukapura) dibentuk
oleh penguasa Mataram lebih dari tiga abad yang lalu (Dalam uarain selanjutnya,
sebutan Kabupaten Galuh dan Kabupaten Sukapura digunakan sesuai dengan konteks
jamannya). Akan tetapi, pencarian dan penentuan hari jadi kedua kabupaten itu
baru dilakukan pada tahun 1970-an. Kedua kabupaten tersebut masing-masing
memilih tanggal 12 Juni 1642 dan tanggal 21 Agustus 1111. Tepatkah pemilihan
tanggal-tanggal tersebut?
Pertanyaan itu muncul berdasarkan
kenyataan, bahwa penulisan sejarah mengenai suatu peristiwa di masa lampau yang
sangat jauh dari waktu penulisan, seringkali terjadi kekeliruan/kesalahan.
Misalnya, kesalahan – disadari atau pun tidak – mengenai verifikasi (pembuktian)
atau kesalahan interpretasi atas fakta yang diperoleh. Kekeliruan/kesalahan itu
pada dasarnya bermuara pada sumber, yaitu sumber yang digunakan tidak lengkap.
Hal itu dapat menyebabkan kesalahan interpretasi dalam memahami hubungan antara
fakta atau momen yang satu dengan fakta atau momen yang lain, khususnya dalam
hubungan kausalitas.
Kesalahan tersebut antara lain terjadi dalam pemilihan/penetapan hari
jadi kabupaten. Menurut penelaahan penulis, sejumlah kabupaten di Jawa Barat,
khususnya kabupaten-kabupaten yang berdiri beberapa abad yang lampau, penetapan
hari jadinya cenderung keliru (tidak tepat). Untuk memahami apakah tanggal yang
dipilih sebagai hari jadi Kabupaten Galuh (Ciamis) dan Kabupaten Sukapura
(Tasikmalaya) adalah tepat atau tidak, benar atau salah, perlu diketahui latar
belakang pembentukan kabupaten tersebut. Pemahaman akan latar belakang itu
penting, karena sejarah dalam arti peristiwa di masa lampau (history as
past actuality) adalah suatu proses yang menyangkut masalah kausalitas atau
keterkaitan antara satu peristiwa dengan peristiwa lain.
Kabupaten Galuh dan Sukapura berada
di wilayah Priangan. Latar belakang terbentuknya kedua kabupaten itu pada
dasarnya adalah sama, yaitu terjadi ketika daerah Priangan dikuasai oleh
Mataram. Tujuan utama raja Mataram menguasai Priangan adalah untuk menjadikan
daerah itu sebagai daerah pertahanan Mataram di bagian barat. Pertahanan
dimaksud adalah pertahanan terhadap kekuatan Banten dan kemudian terhadap
kekuatan Kompeni yang berkedudukan di Batavia.
Kedua kekuatan itu sama-sama merongrong Mataram. Sementara itu, Banten dan
Kompeni pun sama-sama ingin menguasai daerah Priangan. Banten ingin menguasai
Priangan untuk menambah kekuatan dalam menghadapi Kompeni dan kemungkinan
gerakan Mataram menyerang Banten. Kompeni ingin menguasai Priangan karena
potensi ekonomi yang bakal menguntungkan. Meskipun latar belakangnya sama,
tetapi pembentukan Kabupaten Galuh dan Kabupaten Sukapura, waktu dan prosesnya
berbeda.
Kabupaten Galuh
Kabupaten Galuh semula adalah
Kerajaan Galuh (abad ke-7 hingga abad ke-16). Pada akhir abad ke-16 (1595)
terjadi invasi kekuatan Mataram ke Galuh, sehingga Galuh menjadi daerah vasal
Mataram. Sejak waktu itu status Galuh berubah dari kerajaan menjadi kabupaten.
Hal itu ditandai oleh perubahan gelar kepangkatan penguasa Galuh, dari sebutan
raja atau prabu menjadi adipati. Setelah Mataram menguasai Galuh, penguasa
Mataram mengangkat Adipati Panaekan, putra Prabu Cipta Permana menjadi “bupati
wedana” (bupati yang berperan sebagai kordinator kepala-kepala daerah) Galuh.
Adipati Panaekan kemudian digantikan
oleh Adipati Imbanagara yang berkedudukan di Gara Tengah (Cineam, sekarang
masuk wilayah Kabupaten Tasikmalaya). Ketika Kabupaten Galuh diperintah oleh
Adipati Panji Jayanegara, ibukota kabupaten dipindahkan dari Gara Tengah ke
Barunay (Imbanagara sekarang). Perpindahan itu terjadi pada tanggal 12 Juni
1642. Tanggal inilah yang sekarang dianggap sebagai hari jadi Kabupaten Ciamis.
Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pemilihan tanggal 12 Juni 1642 sebagai hari jadi Kabupaten
Ciamis (Galuh), adalah keliru dan tidak
rasional, karena tanggal itu bukan tanggal pembentukan (pendirian)
Kabupaten Galuh, melainkan tanggal perpindahan ibukota kabupaten tersebut.
Momentum yang tepat sebagai hari jadi kabupaten itu adalah tanggal pengangkatan
Adipati Panaekan sebaga “bupati wedana” Galuh. Sebutan “bupati wedana”
menunjukkan wilayah kekuasaan pejabat itu berstatus kabupaten. Sudah menjadi
tradisi penguasa Mataram, pembentukan kabupaten di daerah-daerah kekuasaannya
dikukuhkan dalam piagem pengangkatan bupati.
Kabupaten
Sukapura
Kabupaten Sukapura dibentuk secara bersamaan dengan Kabupaten Bandung dan
Parakanmuncang. Ketiga kabupaten itu dibentuk oleh Sultan Agung (1613 – 1645).
Pembentukan ketiga kabupaten itu terjadi sebagai akibat pemberontakan Dipati
Ukur, “bupati wedana” Priangan (di luar Galuh) terhadap Mataram (1628 – 1632).
Dalam menumpas pemberontakan itu, pihak Mataram dibantu oleh beberapa orang
kepala daerah di Priangan. Kepala daerah yang dianggap paling berjasa terhadap
Mataram adalah Ki Astamanggala (Umbul Cihaurbeuti), Ki Wirawangsa (Umbul
Sukakerta), dan Ki Somahita (Umbul Sindangkasih).
Setelah pemberontakan tersebut berakhir, Sultan Agung mengangkat Ki
Astamanggala menjadi bupati Bandung
dengan gelar Tumenggung Wiraangunangun, Ki Wirawangsa menjadi bupati Sukapura
dengan gelar Tumenggung Wiradadaha, dan Ki Somahita menjadi bupati
Parakanmuncang dengan gelar Tumenggung Tanubaya. Pelantikan ketiga orang bupati
itu dinyatakan dalam Piagem Sultan Agung yang menggunakan penanggalan
Jawa-Islam, yaitu piagem bertanggal 9 Muharam taun Alip (Piagem
I). Pembentukan Kabupaten Sukapura dinyatakan pula dalam piagem
bertanggal 9 Muharam taun Jimakhir (Piagem II). Terhadap tanggal
kedua piagem itu, masing-masing terdapat dua tafsiran. Tanggal 9
Muharam taun Alip ditafsirkan sama dengan tanggal 16 Juli 1633 atau 20
April 1641. Tanggal 9 Muharam taun Jimakhir ditafsirkan identik dengan
tanggal 26 Juli 1632 atau tanggal 30 April 1640
Informasi dalam kedua piagem
tersebut merupakan fakta kuat (hard fact) tentang pembentukan Kabupaten
Sukapura. Akan tetapi tanggal yang dipilih dan ditetapkan oleh DPRD Kabupaten
Tasikmalaya sebagai hari jadi kabupaten itu, ternyata tanggal dari momentum
yang tidak sesuai dengan konteks peristiwanya.
Tanggal dimaksud adalah tanggal 21 Agustus 1111 (SK DPRD Kabupaten Daerah
Tingkat II Tasikmalaya No. Dp 041.2/ 8/1975, tanggal 1 Agustus 1975).
Penetapan
tanggal 21 Agustus 1111 sebagai hari jadi Kabupaten Tasikmalaya jelas keliru, bahkan tidak rasional. Seperti telah
disebutkan, tanggal yang dipilih tidak sesuai dengan konteks peristiwanya.
Berdasarkan fakta sejarahnya, Kabupaten Sukapura dibentuk pada abad ke-17,
bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Bandung
dan Parakanmuncang. Tanggal 21 Agustus 1111 adalah padanan dari tanggal
prasasti Geger Hanjuang, yaitu 13 Bhadrapada (Trayodasi Bhadrapada)
1033 Saka yang ditafsirkan -- oleh Tim Peneliti Hari Jadi Kabupaten
Tasikmlaya -- sama dengan tanggal 13 Safar tahun 505 Hijriyah. Tidak ditemukan
sumber sejarah yang menyatakan, bahwa pada abad ke-12. di Tatar Sunda ada
daerah berstatus kabupaten. Prasasti Geger Hanjuang sendiri menyatakan bahwa
waktu itu di daerah Galunggung berdiri sebuah kerajaan, yaitu Kerajaan
Galunggung yang semula berbentuk kebataraan. Apabila kerajaan itu dijadikan
awal berdirinya Kabupaten Sukapura (Tasikmalaya), berarti terjadi kesalahan
persepsi dan interpretasi mengenai asal-usul kabupaten dan mengidentikkan
pengertian kerajaan dengan kabupaten.
Seharusnya tanggal yang dipilih
adalah salah satu padanan dari tanggal Piagem I (16 Juli 1633 atau 20
April 1641) atau tanggal Piagem II (26 Juli 1632 atau 30 April 1640).
Agar tidak sama dengan hari jadi Kabupaten Bandung, maka cukup beralasan dan
dapat dipertanggungjawabkan apabila dipilih salah satu padanan dari tanggal Piagem
II. Permasalahannya adalah, tanggal mana yang paling tepat dipilih sebagai hari
jadi Kabupaten Sukapura (Tasikmalaya), tanggal 26 Juli 1632 atau 30 April 1640?
Atas dasar hal-hal itulah, hari jadi
Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya perlu dikaji ulang. Pertama, demi kebenaran
sejarah. Apabila kekeliruan dalam tulisan sejarah, termasuk penentuan hari jadi
kabupaten atau kota
dibiarkan, berarti generasi penerus akan mewarisi sejarah yang salah. Kedua,
karena hari jadi adalah akar jati diri.. Sesungguhnya pemikiran tersebut sudah
lama ada dalam benak penulis. Masalah itu bahkan pernah dibicarakan dalam forum
Konferensi Nasional Sejarah yang diselenggarakan oleh Direktorat Sejarah,
Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
di Jakarta tanggal 28 – 30 Oktober 2001.
Mudah-mudahan masalah tersebut mendapat perhatian serius dari Pemda/ DPRD
Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya. Dalam hal ini, kiranya cukup bijaksana
apabila pengakjian ulang hari jadi Kabupaten Tasikmalaya dilakukan sejalan
dengan pembenahan ibukota baru, yang sekarang dalam proses penentuan.
Bandung, 28 April 2003
Penulis adalah sejarawan senior
Fakultas Sastra
Unpad/Anggota Pengurus Pusat Studi Sunda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar