BENARKAH 7 JUNI HARI JADI KAB. MAJALENGKA?
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
A. Sobana
Hardjasaputra
Sesuai dengan perhatian saya terhadap sejarah daerah,
khususnya sejarah daerah Jawa Barat, saya tidak bosan-bosan mengkritisi tanggal
yang dianggap hari jadi kabupaten. Hal itu dilakukan semata-mata demi kebenaran
sejarah. Sejarah harus berdasarkan fakta yang akurat dan sesuai dengan konteks
permasalahannya. Oleh karena itu, tanggal yang dipilih sebagai hari jadi
kabupaten, harus sesuai dengan fakta atau momentum berdirinya atau dibentuknya
kabupaten. Alasannya sederhana, yaitu untuk menjawab pertanyaan, kapan
kabupaten itu mulai berdiri atau dibentuk. Dengan kata lain, hari jadi
kabupaten adalah tonggak sejarah kabupaten yang bersangkutan.
Bagaimana kenyataannya? Seperti telah dikemukakan dalam
koran ini beberapa waktu yang lalu, kabupaten-kabupaten di Jawa Barat yang
berdiri jauh – puluhan bahkan ratusan tahun – sebelum proklamasi kemerdekaan,
yaitu Bogor, Ciamis, Cirebon, Garut, Indramayu, Kuningan, Sumedang, Tasikmalaya
dan lain-lain, pemilihan tanggal hari jadinya tidak sesuai dengan fakta
berdirinya kabupaten yang bersangkutan.
Bagaimana halnya dengan Kabupaten Majalengka? Seperti
diberitakan dalam koran ini tanggal 7 Juni 2007, bahwa sampai dengan tanggal
tersebut, Kabupaten Majalengka telah berusia 517 tahun. Berarti tanggal
berdirinya kabupaten itu adalah tanggal 7 Juni 1490. Anggapan bahwa tanggal 7
Juni 1490 adalah tanggal berdirinya Kabupaten Majalengka, bukan lagi diragukan,
tetapi jelas salah. Pemilihan tanggal 7 Juni 1490 dikatakan salah, karena tidak
sesuai dengan fakta berdirinya Kabupaten Majalengka. Sumbersumber sejarah Jawa
Barat menunjukkan pada tahun itu Jawa Barat masih merupakan wilayah Kerajaan
Sunda (Pajajaran). Waktu itu di daerah-daerah Jawa Barat belum ada pemerintahan
dalam bentuk kabupaten. Akhir abad ke-15, di daerah yang sekarang merupakan
wilayah Kabupaten Majalengka masih terdapat kerajaan kecil di Talaga dan
Rajagaluh, keduanya bawahan Kerajaan Sunda.
Di antara sumber-sumber tersebut juga menyatakan, bahwa
Kabupaten Majalengka merupakan kelanjutan dari Kabupaten Maja. Sumber akurat
menunjukkan, bahwa Maja menjadi kabupaten sehubungan dengan penetapan wilayah
Keresidenan Cirebon yang mencakup lima kabupaten, yaitu Cirebon, Bengawan
Wetan, Maja, Kuningan, dan Galuh. Pembagian wilayah itu ditetapkan oleh
pemerintah kolonial tanggal 5 Januari 1819 (Staatsblad 1819 No. 9
dan 23). Bupati pertama yang memerintah Kabupaten Maja adalah Denda Negara
(1819 – 1849), berkedudukan di Sindangkasih. Sejalan dengan perkembangan
pemerintahan dan kehidupan masyarakat daerah setempat, tahun 1840 nama
kabupaten dan ibukotanya, Sindangkashih, diubah menjadi Majalengka. Secara
yuridis formal, perubahan nama itu ditetapkan dalam surat keputusan Gubernur
Jenderal Hindia Belanda tanggal 11 Februari 1840 (Staatsblad 1840 No. 7). Wilayah Kabupaten Majalengka mencakup dua kontrol-afdeling,
yaitu Majalengka (daerah pusat kabupaten) dan Rajagaluh. Menurut tradisi lisan
yang berkembang di Majalengka, perubahan nama Sindangkasih menjadi Majalengka
terjadi setelah Nyi Rambut (Ambet) Kasih – tokoh mitos yang dianggap sebagai
penguasa pertama di Sindangkasih – ngahiang (menghilang). Diduga hal
itu terjadi pada pertengahan abad ke-16.
Uraian tersebut – meskipun secara garis besar –
mengandung arti, bahwa secara metodologis, pemilihan tanggal 7 Juni 1490
sebagai hari jadi Kabupaten Majalengka, jelas salah. Walaupun tanggal 7 Juni
(1490) dianggap sebagai hari jadi Majalengka, tanpa embel-embel kabupaten,
tanggal itu tetap salah. Letak kesalahannya, tanggal itu tidak mengacu pada
fakta/momentum yang seharusnya menjadi dasar acuan, baik fakta pembentukan
Kabupaten Maja maupun momentum perubahan nama Kabupaten Maja menjadi Kabupaten
Majalengka atau perubahan nama Sindangkasih menjadi Majalengka.
Sesuatu yang jelas salah, perlu atau wajib diperbaiki.
Demikian pula halnya dengan tanggal hari jadi Kabupaten Majalengka. Bila tidak,
hal itu mengandung arti dan dampak negatif. Pertama, pengaburan tonggak sejarah
Kabupaten Majalengka. Kedua, bila tanggal 7 Juni (1490) tetap dianggap sebagai
hari jadi Kabupaten Majalengka, hal itu berarti menyesatkan pengetahuan
masyarakat, termasuk para siswa daerah setempat akan sejarah daerah mereka,
khususnya pemahaman akan jati diri kabupaten mereka. Hal itu sangat mungkin terjadi karena masyarakat kita
umumnya kurang memiliki kesadaran sejarah. Apabila masyarakat kita memiliki
kesadaran sejarah cukup tinggi, kesalahan dalam buku pelajaran sejarah untuk
tingkat SLP dan SLA – yang digunakan pula di sekolah-sekolah di Majalengka –
akan segera diketahui, khususnya oleh guru-guru pengajar sejarah dan pejabat
dinas terkait. Seperti diketahui secara umum, buku pelajaran sejarah
berdasarkan kurikulum 2004 yang mengandung berbagai kesalahan, baru ditarik
dari peredaran setelah ada instruksi dari jaksa agung. Berdasarkan hal-hal tersebut, perkenankan saya menghimbau
agar tanggal hari jadi Kabupaten Majalengka – walaupun sudah ditetapkan dalam
perda (peraturan daerah) – dikaji ulang, sehingga diperoleh tanggal yang benar
atau mendekati kebenaran. Pengkajian atau penulisan ulang sejarah bukan hal
tabu, melainkan keharusan. Namun, pencarian tanggal hari jadi kabupaten yang
berdiri di abad-abad yang lampau, tidak boleh mengacu pada mitos atau
perhitungan tradisional untuk mencari hari baik atau bulan baik. Mitos bukan
tidak boleh menjadi pengetahuan, tetapi dalam menulis sejarah, perlu dibedakan
secara tegas, mana mitos dan mana sejarah.
Apabila
kritik konstruktif tersebut di atas dikaitkan dengan pendidikan, kritik itu
merupakan koreksi yang penting artinya bagi pendidikan dan pengetahuan, yaitu
bagi pengajaran sejarah kepada para siswa dan pengetahuan masyarakat, sehingga
mereka tidak memiliki pemahaman yang salah akan sejarah daerahnya. Sejarah
bukan hanya memiliki fungsi informatif, tetapi juga memiliki fungsi edukatif,
bahkan fungsi pragmatis. Hal itu tercermin dari ungkapan, antara lain
"belajarlah dari sejarah", "sejarah adalah obor kebenaran",
dan "sejarah adalah pedoman untuk membangun masa depan". Oleh karena
itu, menulis sejarah, termasuk menentukan tanggal hari jadi kabupaten, harus
benar, dalam arti berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan
keabsahannya.
Mudah-mudahan substansi tulisan ini mendapat perhatian
dari pihak-pihak terkait, khususnya Pemda dan DPRD Kabupaten Majalengka. Dalam
hal ini, perlu dikemukakan, bahwa kritik tersebut bukan bermaksud menyalahkan
(mendeskreditkan) pihak-pihak yang terlibat dalam penentuan hari jadi Kabupaten
Majalangka beberapa waktu yang lalu, melainkan sebagai sumbangsih pemikiran
untuk kebenaran sejarah.
Penulis: Sejarawan senior Fakultas Sastra Unpad,
Anggota
Dewan Pengurus Pusat Studi Sunda,
dan Anggota
Dewan Pakar Sejarah & Budaya
RUWAT (Rukun
Wargi Tatar) Sunda.
Catatan: Dimuat
dalam PR, 16 Juni 2007.
Berdasarkan peta Kabupaten (Regenschaft) Madja yang saya temukan, ibu kota kabupaten Maja itu di Maja, sebab dalam peta hanya ada dua kota yang ditulis, Madja dan Telaga (Talaga). Jadi, ibu kota Kabupaten Maja bukan Sindangkasih. Ada kesalahan memaknai kata-kata dalam besluit perubahan nama kabupaten dan nama Sindangkasih menjadi Majalengka, saya kira, Ibu kota baru yang tadinya bernama Sindangkasih yang diubah (pula) menjadi Majalengka. Sya sudah tuliskan semuanya dalam Tatangmanguny's blog.
BalasHapus