REFLEKSI UNTUK "SI JALAK
HARUPAT"
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Oleh: A. Sobana Hardjasaputra
Julukan
dalam judul tulisan ini adalah julukan bagi Raden Oto Iskandar di Nata. Siapa
Oto Iskandar di Nata, sudah diketahui secara umum. Ia adalah salah seorang
pahlawan nasional asal Jawa Barat (lahir di Bojongsoang, Bandung tanggal 31 Maret 1897). Gelar
Pahlawan Nasional itu diberikan oleh pemerintah kepada Oto (SK Presiden RI No.
088/TK/1073 tanggal 6 November 1973), sebagai tanda pengakuan sekaligus
penghormatan kepada tokoh itu, atas sikap, kepeloporan, kepemimpinan, dan
perjuangannya dalam menentang penjajah, membela rakyat terjajah, serta jasanya
dalam menegakkan kemerdekaan Indonesia. Selain gelar pahlawan, Oto juga
memperoleh tanda kehormatan dari pemerintah berupa Bintang Mahaputra Kelas II
(17 Agustus 1960) dan gelar Perintis Kemerdekaan (Keppem. RI No. 288/61 tanggal
20 Mei 1961).
Sekalipun
perjuangan dan jasa Oto tidak diketahui secara umum, namun nama Oto Iskandar di
Nata dikenal secara nasional, bukan hanya oleh orang Indonesia, tetapi juga
oleh orang asing yang tinggal dan datang ke Indonesia, karena nama dan foto
tokoh itu terpampang dalam uang kertas RI nominal 20000 rupiah. Namun hal itu
tidak berarti nilai perjuangan Oto setara dengan nilai uang tersebut. Nilai
perjuangan para pahlawan tidak dapat diukur dengan uang, kecuali – barangkali –
pahlawan olah raga.
Sudah
menjadi tradisi – sesuai dengan motto: "Bangsa yang besar adalah bangsa
yang menghormati pahlawannya" – dalam rangka mengenang jasa para pahlawan,
setiap kali memperingati momentum tanggal 10 November sebagai "Hari
Pahlawan Nasional", di setiap daerah diadakan upacara "Hari
Pahlawan". Pemerintah dan sejumlah komponen masyarakat menziarahi taman
makam pahlawan. Satu per satu pusara pahlawan ditaburi bunga.
Pada tanda jasa dari
Presiden Sukarno bagi Oto Iskandar di Nata sebagai pahlawan, di bagian bawah
tanda jasa itu tertulis: "Jasamu Tetap Dikenang". Tulisan itu
merupakan amanat atau pesan dari Bung Karno, agar bangsa Indonesia tidak melupakan
perjuangan dan jasa para pahlawan. Amanat/pesan itu memang sesuai dengan motto
yang ia lontarkan: "Jangan sekali-kali melupakan sejarah"
("ASMERAH").
Mengenang kepahlawanan Oto
secara khusus, berbeda dengan mengenang pahlawan lainnya. Kita tidak dapat
berziarah ke makam tokoh itu, karena memang jenazah Oto tidak dipusarakan. Hal
itu disebabkan Oto gugur secara tragis. Dalam gejolak revolusi kemerdekaan, ia
diculik (10 Desember 1945) oleh kelompok yang menamakan diri Pasukan Hitam. Setelah
ditahan di daerah Tangerang selama beberapa hari, akhirnya Oto di bunuh di
pantai Mauk, Tangerang tanggal 20 Desember 1945. Nasib jenazah Oto sampai
sekarang belum diketahui secara pasti, apakah dikubur atau dibuang ke laut.
Oleh karena itu, sebagai penghormatan terhadap Oto dalam bentuk lain, tahun
1970-an Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan sejumlah tokoh pejuang kemerdekaan,
mengambil segumpal pasir pantai Mauk di tempat Oto dibunuh, kemudian pasir itu
"dimakamkan" di sebuah bukit pada tepi jalan raya menuju Lembang,
sehingga bukit itu sekarang disebut Pasir Pahlawan.
Mengenang perjuangan Oto
bukan hanya dengan penghormatan seperti telah disebutkan, tetapi telah
dilakukan pula dalam bentuk penelitian yang menghasilkan beberapa tulisan.
Tulisan-tulisan itu umumnya berupa biografi. Namun dalam tulisan-tulisan itu, beberapa
permasalahan mendasar sekitar penculikan dan pembunuhan Oto, belum terungkap.
Dalam bentuk pertanyaan, permasalahan dimaksud antara lain sebagai berikut.
Mengapa Pasukan Hitam menculik kemudian membunuh Oto? Apa alasan atau motif dan
maksudnya? Bagaimana sikap, sepak-terjang dan peran Pasukan Hitam dalam
revolusi kemerdekaan, sehingga mereka melakukan tindakan anarkhis? Beberapa
sumber menyebutkan, sebelum diculik, Oto – waktu itu ia menjabat sebagai
menteri negara – menerima telegram berisi permintaan agar Oto datang ke
Pemerintah Pusat di Jakarta. Bila telegram itu resmi ataupun palsu, siapa
pengirimnya? Bagaimana reaksi spontan dari pemerintah waktu itu atas penculikan
dan pembunuhan Oto?
Untuk kepentingan
sejarah, khususnya kelengkapan sejarah sekitar revolusi kemerdekaan Indonesia, maka
tidaklah berlebihan, bahkan sepantasnya, apabila permasalahan-permasalahan
tersebut diteliti secara seksama dan profesional, baik oleh lembaga pemerintah
maupun oleh lembaga swasta, khususnya Paguyuban Pasundan – karena Oto adalah
tokoh dan perintisnya –, atau oleh siapapun yang menaruh perhatian secara
khusus.
Dalam penelitian itu
sebaiknya diungkap pula, bagaimana kepemimpinan Oto Iskndar di Nata dalam
melakukan perjuangan dan kiprahnya. Hal itu penting, karena kepemimpinan Sunda
sering merupakan salah satu masalah yang sering diperdebatkan dalam forum-forum
tertentu.
Bila
sumber-sumber yang memuat informasi tentang riwayat hidup dan perjuangan Oto sampai
akhir hayatnya, baik sumber tertulis maupun sumber lisan, dikaji secara seksama
dan kritis, akan diketahui bahwa kepemimpinan Oto memiliki sifat-sifat atau
karakteristik kepemimpinan yang komprehensif. Sifat-sifat dimaksud antara lain:
sederhana dan jujur; percaya diri; teguh pendirian; kuat aqidah; cerdas,
berdaya inisiatif dan bijak; tegas, anthusiasme dan tahan uji sehingga ia
mendapat jukukan "Si Jalak Harupat", berjiwa integrasi, simpatik dan
memiliki kharisma, dan lain-lain. Dengan kata lain, kepemimpinan Oto kiranya
termasuk tipe kepemimpinan yang cukup ideal.
Boleh
jadi, Oto memiliki sifat-sifat tersebut adalah hasil tempaan dari kehidupan
dalam keluarga, pendidikan agama dan pendidikan umum. Setamat dari sekolah
rendah (sekolah dasar), Oto melanjutkan pendidikan di HIS (Hollandsch Inlandsche
School), HIK/ Hollandsch Inlandsche Kweekschool
(sekolah pendidikan calon guru), dan HKS/Hogere
Kweekschool (sekolah guru tingkat atas). Sifat dan sikap Oto setelah dewasa
juga tertempa oleh kiprahnya sebagai guru dan aktif dalam organisasi sosial dan
politik, bahkan menjadi ketua beberapa organisasi, antara lain Paguyuban
Pasundan, Badan Pembantu Prajurit Peta dan Heiho (zaman pendudukan Jepang), dan
lain-lain.
Memang sejak remaja, Oto
sudah memiliki perhatian terhadap masalah politik dan kenegaraan. Oleh karena
itu, ketika ia menjadi anggota Volksraad
(DPR zaman Hindia Belanda) – wakil dari Paguyuban Pasundan – ia tidak segan dan
berani mengkritisi pemerintah kolonial.
Bahwa Oto memiliki daya
inisiatif, tegas, dan kharismatis, ditunjukkan oleh sikap, pemikiran, dan
tindakan Oto dalam masalah-masalah penting, baik pada zaman penjajahan Belanda
dan pendudukan Jepang maupun pada masa revolusi kemerdekaan.
Untuk menyebarluaskan ide
dan cita-cita perjuangan mencapai kemederkaan, Oto menerbitkan dan sekaligus
menjadi pemimpin surat
kabat Sipatahoenan (1931). Pada zaman
pendudukan Jepang, Oto mendirikan Badan Usaha Pasundan dan menerbitkan
sekaligus memimpin surat
kabar Tjahaja.
Dalam menyambut
proklamasi kemerdekaan dan mengawali revolusi kemerdekaan, Oto memelopori
"Pekik Merdeka!" sambil mengacungkan lengan dengan jari dikepal,
sebagai salam nasional. Dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden pada
rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia), Oto mengusulkan agar
pemilihan dilakukan secara aklamasi dan menunjuk Ir. Sukarno (Bung Karno)
sebagai presiden dan Moh. Hatta (Bung Hatta) sebagai wakilnya. Usul itu
diterima secara bulat oleh seluruh peserta rapat. Dalam upaya meningkatkan
ketahanan negara, BKR (Badan Keamanan Rakyat) diubah menjadi TKR (Tentara
Keamanan Rakyat). Perubahan badan ketentaraan itu adalah gagasan Oto.
Itulah beberapa contoh
dari gambaran kepeloporan dan kepemimpinan Oto dalam perjuangan mencapai dan
menegakkan kemerdekaan. Akankah sifat, kepemimpinan, dan kepahlawanan Oto
Iskandar di Nata diwarisi atau diteladani oleh generasi sekarang dan generasi
selanjutnya? Wallohu'alam.
Penulis:
Sejarawan, staf pengajar Unpad Bandung.
Catatan: Dimuat dalam PR, 24 Des. 2007.
Borgata Hotel Casino & Spa | DrmCD
BalasHapusBorgata Hotel Casino & Spa offers 동두천 출장마사지 a convenient location for 이천 출장마사지 you to 청주 출장안마 recharge and recharge. The hotel, casino, spa, 제천 출장마사지 and entertainment 시흥 출장마사지 complex is located on