LESSON STUDY DAN APLIKASINYA
DALAM PROSES PEMBELAJARAN[1]
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
A. Sobana Hardjasaputra[2]
PENDAHULUAN
a. Asal-usul
Konsep Lesson Study (LS)
diciptakan oleh orang Jepang bernama Makoto Yoshida dengan sebutan Yugyou Kenkyuu (Yugyou = lesson = pembelajaran;.
Kenkyuu = study/research =
penelitian). Oleh karena itu, konsep tersebut pertama kali dipraktekan di
Jepang pada tingkat pendidikan dasar. Semula LS hanya diterapkan pada pembelajaran
matematika. Dalam perkembangannya, LS diterapkan pada pembelajaran bidang lain
di luar matematika, dan dipraktekkan pada tingkat sekolah menengah dan atas,
bahkan di perguruan tinggi. Penerapan LS dalam proses pembelajaran kemudian diserap
dan dilaksanakan oleh beberapa negara lain, termasuk Indonesia (mulai awal abad ke-21).
b. Definisi
Definisi
umum LS adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan, berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan pengetahuan bersama (mutual
learning), untuk membangun komunitas belajar.
c. Tujuan dan Manfaat LS
Tujuan utama LS :
1) Memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai
kegiatan belajar-mengajar. Bagaimana siswa belajar dan bagaimana guru mengajar.
2) Memperoleh hasil-hasil tertentu yang bermanfaat bagi
guru lain (di luar peserta LS) untuk melaksanakan pembelajaran lebih baik.
3)
Meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui
inkuiri (penelitian/ pengkajian) kolaboratif.
4)
Membangun pengetahuan pedagogis, dalam arti seorang guru
dapat menimba pengetahuan dan pengalaman dari guru lain.
Manfaat LS antara lain:
1)
guru dapat mendokumentasikan kinerja dan hasilnya;
2)
guru memperoleh umpan-balik dari anggota tim LS lain;
3)
guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan (menyebarluaskan)
hasil akhir LS.
Dalam
konteks pendidikan di Indonesia, manfaat ketiga dapat dikemas menjadi karya
tulis ilmiah guru. Karya itu berguna pula untuk kepentingan kenaikan pangkat
dan sertifikasi guru.
Manfaat LS
tersebut penting artinya bagi guru, karena guru memperoleh bahan acuan untuk kepentingan
kinerjanya.
1)
Memikirkan secara lebih seksama tentang tujuan materi
pelajaran tertentu yang diajarkan kepada sisiwa.
2)
Memikirkan secara mendalam tentang tujuan pembelajaran
untuk kepentingan masa depan siswa, termasuk kecintaan/kegandrungan siswa
terhadap ilmu pengetahuan.
3)
Mengkaji hal-hal terbaik yang dapat dan harus digunakan
dalam pembelajaran, dengan belajar dari guru lain (peserta/partisipan LS) untuk
menambah pengetahuan, misalnya tentang materi pelajaran. Hal itu berarti
membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial.
4)
Mengembangkan kecakapan/keahlian, baik dalam merencanakan
pelajaran maupun dalam melaksanakan pembelajaran.
5) Meningkatkan pengamatan terhadap prilaku belajar
siswa (”the eyes to see students”).
d. Tipe LS
LS dapat
dibagi menjadi dua tipe/jenis.
1) LS Berbasis Sekolah.
Dilaksanakan oleh semua guru berbagai studi, termasuk kepala sekolah.
Tujuannya, agar kualitas proses dan hasil pembelajaran semua mata pelajaran di
sekolah yang bersangkutan, dapat lebih ditingkatkan.
2) LS Berbasis MGMP (Musyawarah Guru
Mata Pelajaran).
Dilaksanakan oleh kelompok guru
mata pelajaran tertentu.
Tujuannya, mengkaji secara mendalam proses pembelajaran mata pelajaran
tertentu. Dengan demikian, LS tipe ini dapat dilaksanakan pada tingkat wilayah,
seperti wilayah kecamatan, kabupaten atau provinsi.
e. Sasaran LS
Sasaran
utama LS adalah pelajaran penting, tetapi memiliki titik lemah dalam
pembelajaran siswa, sehingga siswa cenderung sulit mempelajarinya atau terkesan
pelajaran itu kurang diminati oleh siswa.
f. Tahapan LS
Baik LS tipe 1 maupun LS tipe 2 pada umumnya dilaksanakan melalui proses
yang mencakup tiga atau empat tahap, yaitu tahapan bersifat siklik yang
berorientasi pada praktek.
1) Plan (perencanaan).
2) Do (pelaksanaan).
3) See/Refleksi.
4) Act (tindak lanjut).
Secara operasional, LS dilaksanakan oleh
tim kecil (3 – 6 orang), terdiri atas kepala sekolah (fasilitator), guru model
(guru pelajaran tertentu), dan pengamat (observer: guru pelajaran lain,
dosen/pakar pendidikan, pejabat dinas pendidikan, tokoh masyarakat pemerhati
masalah pendidikan).
APLIKASI
LESSON STUDY
DALAM
PROSES PEMBELAJARAN
LANDASAN
a. Pilar Pendidikan
UNESCO (1996)
menepatkan 4 (empat) pilar pendidikan yang harus diperhatikan dalam proses
pembelajaran.
1) Learning to
know : belajar untuk menguasai ilmu
pengetahuan.
2) Learning to
do : belajar untuk memiliki
keterampilan.
3) Learning to
live together : belajar untuk hidup
bermasyarakat.
4) Learning to
be : belajar untuk mengembangkan
diri secara maksimal.
b. PP No. 19
Tahun 2005 Pasal 20 tentang Standar Pendidikan Nasional
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar,
metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil bellajar.
c. UU No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
¨ Pembinaan guru agar guru profesional.
¨ Pengakuan terhadap guru sebagai tenaga
profesional bila memiliki:
1)
kualifikasi akademik (pendidikan S1 atau Diploma 4);
2)
kompetensi (pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional);
3)
serifikasi pendidik (diperoleh setelah mengikuti
pendidikan profesional).
APLIKASI LESSON STUDY
Aplikasi atau penerapan LS dalam
proses pembelajaran berarti melaksanakan tahapan/prosedur LS secara baik dan
benar serta cermat, agar tujuan LS tercapai dan bermanfaat untuk jangka
panjang.
|
Penjabaran ”Plan”
ü Perencanaan pembelajaran harus dipikirkan
secara matang dilandasi oleh sikap kritis. Perencanaan itu pada dasarnya dibuat
oleh calon guru model (pelaksana pembelajaran). Dalam kegiatan itu ia sebaiknya
berkolaborasi dengan kepala sekolah dan calon anggota/tim observer, khususnya
pakar pendidikan, agar tujuan pembelajaran dan tujuan LS tercapai.
ü Pemilihan topik LS didasarkan pada pentingnya mata pelajaran dan
permasalahannya.
ü Identifikasi masalah mencakup permasalahan pokok materi ajar dan
permasalahan pembelajaran (kondisi nyata).
ü Silabus harus disusun secara cermat. Materi ajar disusun secara
sistematis sesuai dengan alokasi waktu, agar materi ajar dapat disampaikan
kepada siswa secara tuntas. Penyusunan materi ajar berbasis kompetensi.
ü Substansi perancangan LS sebaiknya dituangkan dalam lembar format
perangcangan LS (lihat Lampiran).
ü Instrumen penlilaian dibuat sesuai dengan unsur-unsur dan kondisi
yang perlu dinilai. Instrumen penlilaian yang terpenting adalah lembar
penilaian hasil pembelajaran dan lembar observasi.
ü Perencanaan mengenai pendukung pembelajaran diarahkan pada sarana/ fasilitas
penting, tetapi sarana/fasilitas yang dimiliki belum memadai, atau bahkan belum
ada.
ü Penentuan observer hendaknya didasarkan pada kapabilitas atau
pengetahuan calon mengenai pelajaran yang akan menjadi topik/sasaran LS
khususnya, dan bidang pendidikan pada umumnya. à ”The man in the right place”.
|
Penjabaran ”Do”
ü Kegiatan diawali oleh kewajiban fasilitator,
yaitu memberi pengarahan singkat kepada guru model dan observer tentang teknis
pembelajaran yang akan dilakukan, metode yang digunakan, tahapan pelaksanaan
pembelajaran, sifat observasi, dll.
ü Sebelum pembelajaran dilaksanakan, sebaiknya
terlebih dahulu diadakan latihan peserta LS. Tujuannya, agar pelaksanaan LS
berjalan cukup lancar. Tidak menimbulkan masalah baru yang mengganggu
pelaksanaan LS.
ü Pelaksanaan LS:
· Dalam proses penyampaian materi ajar, guru model bukan hanya
dituntut untuk menguasai materi ajar secara deskriptif, tetapi dituntut pula
untuk memiliki wawasan cukup luas mengenai hal-hal penting yang merupakan
bagian dari materi ajar. Tuntutan itu terutama dalam pembelajaran materi ajar
yang tercakup ke alam IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Misal, dalam pembelajaran
sejarah, guru dituntut untuk dapat menjelaskan makna dan dampak atau pengaruh
suatu peristiwa, agar siswa memahami arti penting belajar sejarah.
· Soal test hendaknya sejalan dengan tujuan pembelajaran.
· Observasi
terutama diarahkan pada siswa, menyangkut hal-hal sebagai berikut:
- aktivitas
belajar siswa (aktif atau pasif);
- interaksi siswa
dengan siswa dan siswa dengan guru;
- prilaku siswa dalam
proses pembelajaran
Obervasi sebaiknya ditunjang oleh peralatan pendokumentasian (kamera foto
atau kamera video). Namun observasi itu tidak menggangu konsentrasi guru dan
siswa dalam kegiatan pembelajaran.
· Observer mencatat hasil obervasi pada lembar observasi : nama atau
kelompok siswa; evaluasi; dan tanggapan, saran atau kritik konstruktif mengenai
proses pembelajaran.
· Guru menilai hasil test secara obyektif,
kemudian menuangkannya pada lembar penilaian.
|
Penjabaran ”See”
(refleksi)
ü Diskusi dalam tahap refleksi diawali oleh
penyampaian kesan-kesan guru model mengenai pelaksanaan pembelajaran.
Kesan-kesan itu terutama menyangkut sikap dan prilaku siswa dalam menerima
pelajaran, serta kendala-kendala yang dihadapi.
ü Observer memberikan tanggapan, saran atau
kritik konstruktif mengenai proses pembelajaran. Namun tanggapan, saran atau
kritik itu harus dilandasi oleh bukti-bukti yang diperoleh dari observasi,
bukan berdasarkan opini observer.
ü Guru model memberikan tanggapan balik terhadap
tanggapan, saran atau kritik dari observer.
ü Pembicaraan yang berkembang dalam diskusi
menjadi umpan-balik untuk kepentingan perbaikan/peningkatan pembelajaran. Oleh karena itu,
sebaiknya setiap peserta memiliki catatan hasil diskusi.
ü
|
Penjabaran Act
ü Dari tahap refleksi dapat diperoleh beberapa pengetahuan baru atau
keputusan yang penting artinya bagi tararan individual dan tataran manajerial,
yaitu untuk perbaikan/peningkatan pembelajaran.
Pada tataran individual,
pengetahuan baru dan atau keputusan penting itu menjadi modal bagi para guru
dan observer dalam upaya mengembangkan pembelajaran ke arah lebih baik.
Pada tataran
manajerial, pengetahuan baru dan atau keputusan penting itu merupakan
masukan berharga bagi kepala sekolah dalam upaya mengembangkan atau
mengoptimalkan manajemen pendidikan di sekolahnya. Dengan terlibat langsung
dalam proses penerapan LS, ia menjadi lebih memahami potensi guru dan kondisi
siswa yang sesungguhnya. Pemahaman akan hal itu penting artinya bagi kepala
sekolah untuk mewujudkan kiprahnya sebagai pemimpin pendidikan yang kapabel dan
berkualitas.
ü Berdasarkan kegiatan pada tahap refleksi, kepala sekolah dalam
kapasitas sebagai fasilitator LS membuat rencana pelaksanaan LS berikutnya.
Dalam
menyusun rencana itu hendaknya diperhatikan situasi dan kegiatan pembelajaran
di sekolah, yang tercermin dalam kalender kegiatan pembelajaran.
|
Mudah-muhan uraian
sederhana ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang
pendidikan formal, khususnya para guru dan kepala sekolah.
Bandung, 1 April 2010
SUMBER ACUAN
(Selektif)
Haryono, Setyo. 1010.
Pembelajaran Kolaboratif Melalui Lesson Study. Makalah. Seminar Nasional Lesson
Study. Semarang,
14 Maret 2010, diselenggarakan oleh IKIP-PGRI Semarang.
Hendayana
S. 2009
Lesson Study; Pengembangan Profesi
Guru. Bandung : Rizqi Press
Lewis, Catherine C. (2002).
“Does Lesson Study Have a Future in
the United States?”
in http://www.sowi-online.de/journal/impressum.html
---------. (2002).
Lesson study; A Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philadelphia, PA:
Research for Better Schools.
Putro W. 2008.
“Peningkatan
Profesionalisme Guru Melalui Lesson Study”.
http://sawali.wordpress.com/2007/09/17/download-terbaru-panduan-sertifi-kasi-guru-dan-lessson-study.
23 November 2008).
Richardson, J. 2006.
“Lesson study; Teacher Learn How to
Improve Instruction”. Nasional Staff Development Council. http://www.nsdc.org. ,03/05/06.
Saito, E. et al. 2005.
“Penerapan Studi Pembelajaran di
Indonesia; Studi Kasus dari IMSTEP”. Mimbar
Pendidikan, No.3. Th. XXIV: 24-32 (Jurnal Pendidikan).
Susilo,
H. 2006.
Apa dan Mengapa Lesson Study Perlu
Dilakukan untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru dan Dosen MIPA. Makalah. Seminar Peningkatan Profesionalisme Guru dan Dosen MIPA
melalui Lesson Study. Singaraja, 25 November 2006.
Sutopo & Ibrahim. 2006.
Pengalaman IMSTEP dalam Implementasi
Lesson Study. Makalah. Pelatihan Kemitraan LPTK-Sekolah Dalam Rangka Peningkatan
Mutu Pendidikan MIPA. Hotel Yogyakarta, 27-29 Juli 2006.
Wang-Iverson,
P. 2002
“Why Lesson Study”. http://www.rbs.org/lesson_study/confenrence/2002/
paper/ wang.shtml.
Yoshida,
M. 2002.
“Developing Effective Use of the Blackboard through
Lesson Study”.
http://www.rbs.org/lesson_study/confenrence/2002/paper/Yoshida_
blacboard.shtml
Lampiran
PERANCANGAN LESSON
STUDY
(Contoh Alternatif)
1.
|
Topik/Judul LS
|
|
2.
|
Tujuan
|
|
3.
|
Hubungan LS dengan kurikulum
|
|
|
Kelas …..
|
|
|
|
|
|
Kelas …..
|
|
|
|
|
|
Kelas …..
|
|
|
|
|
4.
|
Pola Pembelajaran dalam LS
|
|
5.
|
Prosedur LS
|
|
No.
|
Sasaran Evaluasi
|
Dukungan Guru
|
Evaluasi
|
1.
|
Permasalahan
|
|
|
2.
|
Diskusi pemecahan masalah
|
|
|
3.
|
Solusi terhadap masalah
|
|
|
4.
|
Pemecahan masalah
|
|
|
5.
|
Rangkuman
|
|
|
6.
|
Evaluasi:
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar