MENYAMAKAN PERSEPSI
TENTANG HARI JADI KOTA BANDUNG
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
A. Sobana
Hardjasaputra
Walaupun penetapan tgl. 25 September
(1810) sebagai hari jadi kota Bandung sudah menginjak tahun kedua, namun
terdapat kesan bahwa hal itu rupanya belum diketahui dan dipahami oleh warga
masyarakat secara luas dan utuh. Kesan itu antara lain tercermin dalam salah
satu “Surat Pembaca” (PR, 25 Sept. 1999) serta dalam salah satu tulisan
dan berita pada H.U. Pikiran Rakyat tgl. 27 Sept. 1999. Satu pihak,
masih merasa bingung – mungkin karena ketinggalan informasi – akan tanggal hari
jadi kota Bandung;
25 Mei 1810 ataukah 25 Sept. 1810. Pada pihak lain, masih adanya anggapan,
bahwa hari jadi kota Bandung
adalah 25 Mei 1810 yang mengacu pada surat
Gubernur Jenderal H.W. Daendels. Sementara itu, ada pula yang masih
mengidentikkan hari jadi kota Bandung dengan hari jadi Kotamadya Bandung,
antara lain Redaksi PR – maaf (kritik konstruktif). Pada rubrik “Ole-ole”
di bawah judul bandung
antara lain disebut-kan : “Sabtu, 25 September 1999, menurut sejarahnya,
Kotamadya Bandung genap berusaia 189 tahun” (PR, 27 Sept. 1999).
Pemerintah Kotamadya Bandung telah menginformasikan kepada umum, bahwa
sejak September tahun lalu (1998), tanggal 25 September (1810) di-tetapkan
sebagai hari jadi kota Bandung. Hal ini ditegaskan lagi oleh Bapak
Walikota Aa Tarmana pada acara puncak peringatan HUT Kota Bandung ke-189, tgl.
25 September yang lalu. Pada hari yang sama, alasan/pertimbangan memilih dan
menetapkan tgl. 25 September (1810) sebagai hari jadi kota
Bandung, untuk
keduakalinya dikemukakan dalam Sidang Istimewa DPRD Kotamadya Bandung.
Penetapan tanggal itu dilakukan berdasarkan penelitian/kajian sejarah
dengan tujuan untuk meluruskan hari jadi kota Bandung. Tanggal 25 Mei
1810 (tanggal surat Gubernur Jenderal H.W.
Daendels) yang semula ditafsirkan sebagai tanggal pindahnya ibukota Kabupaten
Bandung dari Krapyak ke kota Bandung
(berdirinya kota Bandung), ternyata keliru. Sementara itu,
hari jadi kota Bandung
-- untuk beberapa waktu lamanya, sebelum tahun 1998 – diidentikkan dengan hari
jadi Kotamadya (Gemeente) Bandung,
yaitu 1 April (1906), juga keliru alias tidak tepat. Arti kota berbeda dengan arti kotamadya.
Pengertian kota mengacu pada segi fisik kota, sedangkan pengertian kotamadya mengacu pada
bentuk/sistem pemerintahan, yaitu pemerintahan kota yang bersifat otonom, sebagai realisasi
dari sistem desentralisasi (periksa tulisan berjudul “Hari Jadi Kota Bandung
Tidak Identik dengan Hari Jadi Kotamadya Bandung”, PR, 7 April 1993).
Sesungguhnya, alasan/pertimbangan dipilihnya tgl. 25 September 1810
sebagai hari jadi kota Bandung, telah dipertanggungjawabkan oleh tim
peneliti pada forum seminar dan dihadapan komisi DPRD Kotamadya Bandung (akhir
Agustus 1998). Dalam hal ini, saya selaku orang yang mendapat kepercayaan
menjadi ketua tim, juga telah menjelaskan tentang hal tersebut yang dimuat
dalam mass media ini (PR, 26 Sept. 1998), Bandung Pos dan Mingguan
Bina Kota (Sept. 1998), bahkan dalam Mingguan Bina Kota nomor 4
& 5 bulan September tahun ini, tulisan itu dimuat lagi (tanpa disebutkan
penulisnya).
Rupanya tulisan itu belum diketahui oleh warga masyarakat secara luas.
Oleh karena itu, ada baiknya bila inti penjelasan mengenai alasan/pertimbangan
menjadikan tgl. 25 September 1810 sebagai hari jadi kota Bandung dikemukakan
lagi – tetapi redaksinya agak berbeda dengan uraian terdahulu, disesuaikan
dengan topik pembicaraan ini -- dengan tujuan dan harapan agar di kalangan
masyarakat timbul persepsi yang sama tentang hari jadi kota Bandung, karena
perubahan hari jadi kota itu bukan dilandasi oleh sikap dan kepentingan
subyektif, melainkan berdasarkan kajian historis yang obyektif, dengan tujuan
meluruskan sejarah berdirinya kota Bandung. Jangan sampai sejarah yang salah
diwariskan kepada generasi penerus. Secara metodologis, penulisan ulang atau
revisi sejarah sebagai kisah -- sejarah sebagaimana dituliskan (history as
written) -- adalah dibenarkan, apabila ditemukan fakta baru dan/atau
interpretasi baru yang lebih kuat dari fakta dan/atau interpretasi terdahulu.
Kekeliruan dalam penulisan sejarah sebagai kisah memang sering terjadi. Hal itu
pada dasarnya disebabkan oleh terbatasnya sumber yang digunakan.
Seperti telah dikemukakan pada tulisan terdahulu, ada dua tanggal dan
satu momentum sebagai alternatif hari jadi Kota Bandung, yaitu :
1) Tanggal 25
Mei 1810 (Surat
Perintah Daendels)
Surat ini berisi permohonan
(perintah) Gubernur Jenderal H.W. Daendels kepada bupati Bandung dan bupati
Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota kabupaten masing-masing ke dekat Jalan
Raya Pos (Grote Postweg) yang sedang dibangun. Ibukota Kabupaten Bandung
dipindahkan ke tepi Sungai Cikapundung (pusat kota
Bandung
sekarang), dan ibukota Kabupaten Parakanmuncang di-pindahkan ke Andawadak (daerah
Tanjungsari sekarang).
Meskipun surat
Daendels itu merupakan sumber akurat, tetapi tanggal surat
itu tidak dapat dipilih sebagai hari jadi kota Bandung, karena kesaksian sumber tentang berdirinya kota Bandung
adalah lemah. Pertama, tidaklah mungkin tgl. 25 Mei 1810, Daendels
memohon/memerintahkan pemindahan ibukota Kabupaten Bandung
ke tepi Sungai Cikapundung, apabila pada tanggal itu di tempat tersebut sudah
berdiri kota Bandung. Kedua, tgl. 25 Mei 1810 juga tidak
tepat bila ditafsirkan sebagai tanggal pindahnya bupati Bandung atau ibukota
Kabupaten Bandung dari Krapyak ke tepi Sungai Cikapundung, atau titik-tolak
berdirinya kota Bandung, karena bertentangan dengan informasi sumber lain,
yaitu naskah Sadjarah Bandung dan terutama Besluit tgl. 25 September
1810.
2) Momentum
Pindahnya Bupati R.A. Wiranatakusumah II
Naskah Sadjarah Bandung (Koleksi Pleyte, PLT. 6, P. 199. Pernas) antara lain menyatakan, bahwa tahun 1809
(?) Bupati R.A. Wiranatakusumah II pindah dari Dayeuhkolot (Krapyak) ke Cicendo
daerah Kampung Bogor (Kebon Kawung sekarang). Di sana bupati tinggal selama
kira-kira dua setengah tahun. Menurut sumber lain, bupati Bandung pertama kali tinggal di Cikalintu
(daerah Cipaganti). Tidak lama kemudian ia pindah ke Balubur Hilir, kemudian
pindah lagi ke Kampung Bogor. Peristiwa pindahnya Bupati R.A. Wiranatakusumah
II adalah fakta sejarah yang tidak dapat dibantah, karena bupati memang pindah
ke daerah Cikapundung hilir, dan dia lah pendiri kota Bandung. Akan tetapi,
pernyataan tahun pindahnya bupati dalam naskah itu, meragukan, karena tanggal
dan bulannya tidak disebutkan, sehingga sulit untuk melacaknya. Mungkin hal itu
terjadi karena bagian naskah yang menceriterakan peristiwa tersebut, ditulis
cukup jauh setelah peristiwa terjadi. Dengan kata lain, kesaksian sumber
mengenai berdirinya kota Bandung adalah lemah. Memang, penyebutan tahun dalam
sumber berupa naskah seringkali tidak tepat atau hanya perkiraan. Hal ini
merupakan kelemahan naskah sebagai sumber sejarah.
Pemindahan
ibukota Kabupaten Bandung tidak dapat dipisahkan dari pem-bangunan Jalan Raya
Pos, khususnya di daerah Priangan. Dalam hal ini, Donald Maclaine Campbell –
wakil konsul Inggris di Pulau Jawa masa pemerintahan Raffles, kemudian menjadi
anggota Dewan Daerah (Gewestelijk Raad) Hindia Belanda – dalam bukunya
berjudul Java Past & Present … (1915), menyatakan bahwa pembangunan
Jalan Raya Pos antara Bogor – Karangsambung melalui daerah Bandung,
dilaksanakan berdasarkan perintah Daendels yang dituangkan dalam surat
keputusan (besluit) tgl. 5 Mei 1808. Informasi ini sangat kuat karena
kedekatan penulisnya dengan peristiwa. Bila informasi/pernyataan itu
di-hubungkan dengan informasi dalam naskah Sadjarah Bandung, boleh jadi
pindahnya Bupati R.A. Wiranatakusumah II dari Krapyak, bukan tahun 1809,
melainkan pertengahan tahun 1808. Dengan demikian, makna perintah Daendels
dalam surat tgl. 25 Mei 1810 adalah salah satu faktor pendorong yang
mem-percepat proses berdirinya kota Bandung.
3) Tanggal 25 September 1810 (Peresmian pindahnya
ibukota Kabupaten Bandung)
Tanggal ini adalah tanggal surat keputusan (besluit)
tentang dua mo-mentum, yaitu peresmian pindahnya pusat pemerintahan Kabupaten
Bandung dan kenaikan pangkat seorang pejabat pribumi, dari patinggi
(jabatan di bawah patih) menjadi patih. Dibandingkan dengan momentum pertama
dan kedua, terutama nilai sumbernya, sumber yang menyatakan momentum ketiga,
keabsahan (validitas) dan nilai kesejarahannya paling kuat, karena sumber itu
berupa surat keputusan. Informasi dalam besluit merupakan fakta sejarah
yang kuat (hard fact).
Perlu
dikemukakan bahwa semula, saya secara pribadi menemukan tgl. 25 September 1810
sebagai tanggal peresmian kota Bandung menjadi ibukota kabupaten, dalam tulisan
Rd. Asik Natanegara berjudul “Sadjarah Soemedang ti Djaman Koempeni Toeg
Nepi Ka Kiwari”. Tulisan ini dimuat dalam Volks-almanak Soenda,
terbitan Balai Pustaka secara bersambung, yaitu terbitan tahun 1937 hingga
tahun 1939. Dalam Volksalmanak Soenda 1938 (halaman 96), Asik Natanegara
antara lain menyatakan – dalam bahasa Sunda, ejaannya diubah menjadi EYD –
sebagai berikut :
“Kulantaran
aya jalan běsar anyar beunang ngahadean jeung ngagědean tea, dayeuh Bandung
dipindahkeun ti Dayeuhkolot ka sisi jalan gěde lěbah sisi Cikapundung, ari
dayeuh Parakanmuncang dipindahkeun ka kampung Anawědak. Barěng jeung dipindahkeunana eta dua dayeuh, dina sabisluit keneh tgl.
25 September 1810, diangkat kana Patih Parakanmuncang, Raden Suria Patinggi
Cipacing, ngaganti Raden Wirakusumah, nu dilirenkeun lantaran kurang cakěp
jeung kědul”. (Garis
bawah dari peneliti).
(“Dengan adanya jalan besar baru hasil perbaikan dan pelebaran, ibukota
Bandung dipindahkan dari Dayeuhkolot ke dekat jalan besar di tepi Cikapundung,
sedangkan ibukota Parakanmuncang dipindahkan ke kampung Anawedak. Ber-samaan dengan dipindahkannya kedua ibukota itu, dalam besluit yang sama tgl. 25 September
1810, Raden Suria Patinggi Cipacing diangkat menjadi Patih Parakanmuncang,
menggantikan Raden Wirakusumah yang diberhentikan karena kurang cakap dan
malas”).
Jalan besar anyar
(jalan besar baru) dimaksud adalah Jalan Raya Pos. Informasi atau sumber
tersebut menunjukkan, bahwa pemindahan ibukota Kabupaten Bandung dari
Dayeuhkolot (maksudnya Krapyak) ke tepi Cikapun-dung (maksudnya kota Bandung),
diresmikan dengan besluit (surat keputusan) tgl. 25 September 1810.
Setelah Pemda Kotamadya
Bandung membentuk Tim Peneliti Hari Jadi Kota Bandung sekaligus Tim Penulis
Sejarah Kota Bandung (SK Walikota, No. 433/SK. 342 – Bag. Kot/1998, tgl. 9 Juli
1998), Tim yang diketuai oleh penulis berusaha melacak besluit tersebut
di Arsip Nasional Jakarta. Besluit itu di-temukan, tetapi ternyata
kondisinya rusak berat dimakan usia, sehingga tidak mungkin difotokopi atau
direproduksi, karena sudah menjadi kepingan-kepingan kertas dan tulisannya
sudah pudar. Bagian yang terbaca cukup jelas hanya tanggal 25 September 1810
dan kalimat yang menyebutkan pemindahan hoofdnegorij Bandong (ibukota
Bandung). Sekalipun besluit tersebut tidak ditemukan, dari segi kritik sumber
(kritik intern dan ekstern), informasi dalam tulisan Asik Natanegara pada Volksalmanak
Soenda cukup kuat. Dari segi analogi pun, tgl. 25 Sept. 1810 cukup kuat dan
beralasan dipilih sebagai hari jadi kota Bandung. Bila momentum ketiga
dianalogikan dengan budaya sekarang, yaitu tanggal peresmian gedung atau
lembaga dan lain-lain ditetapkan sebagai hari jadi gedung atau lembaga yang
diresmikan, maka tgl. 25 September 1810 pun jelas merupakan hari jadi kota
Bandung.
Berdasarkan sumber-sumber atau fakta sejarah
tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa proses berdirinya kota Bandung
melalui kronologi sebagai berikut. Pertengahan tahun 1808, Bupati Bandung R.A.
Wiranatakusumah II pindah dari Krapyak ke daerah Bandung bagian utara. Setelah
tinggal di tempat sementara, terutama di Cicendo daerah Kampung Bogor (Kebon
Kawung) selama kira-kira dua setengah tahun, ia pindah ke kota Bandung yang
“sudah selesai” dibangun, dan diresmikan pada tgl. 25 September 1810. (Catatan
: tenggang waktu antara pertengahan tahun 1808 hingga 25 Sept. 1810 adalah
kira-kira dua setengah tahun, sama dengan informasi dalam Sadjarah Bandung).
Atas dasar hal-hal itulah, maka secara metodologi
sejarah, tgl. 25 Sep-tember 1810 dapat dipertanggungjawabkan sebagai hari jadi
kota Bandung. Oleh karena itu, selama belum ditemukan fakta baru dan/atau
muncul interpretasi baru yang lebih kuat, yang melemahkan nilai kesaksian besluit
tersebut, maka diharapkan warga masyarakat memiliki persepsi yang sama tentang
hari jadi kota Bandung, seperti diharapan oleh Pemda Kotamadya Bandung.
Mudah-mudahan karya kecil ini memiliki arti dan
manfaat bagi para pembaca umumnya dan warga masyarakat Bandung pada khususnya.
Apresiasi masyarakat akan sejarah kotanya memiliki arti penting sebagai
landasan untuk meningkatkan kecintaan akan kota dan berpartisipasi aktif dalam
memeliharanya, sehingga tercipta kehidupan kota yang “genah, merenah, tur
tumaninah”. Semoga hal ini menjadi kenyataan.
Bandung, 28 September 1999
A. Sobana Hardjasaputra
Sejarawan pada Fak. Sastra
Unpad dan Pustakawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar